JAKARTA – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan membentuk tim khusus untuk menganalisa faktor-faktor penyebab turunnya tingkat kelulusan ujian nasional (UN) sekolah menengah atas (SMA)/madrasah aliah (MA) 2010.
Hasil kerja tim khusus akan menjadi dasar pembuatan kebijakan bagi daerah-daerah yang tingkat kelulusannya minim. Mendiknas M Nuh menuturkan, ada beberapa kemungkinan penyebab turunnya tingkat kelulusan UN SMA/MA, antara lain soal yang sulit, proses belajar mengajar tidak bagus, sarana prasarana pendidikan yang minim, dan semangat siswa yang menurun.
“Untuk mengetahui secara pasti penyebabnya, kami akan bentuk tim. Yang jelas, semua harus dibuka dan dianalisis secara serius,” kata Mendiknas. Tingkat kelulusan UN SMA/ MA 2010 mencapai 89,88%, turun 4% dibanding tahun sebelumnya, 93,74%. Dari total 1.522.162 peserta UN tingkat SMA/MA, sebanyak 1.362.696 siswa dinyatakan lulus, sedangkan 154.079 (10,12%) tidak lulus.
Siswa yang tidak lulus harus mengikuti UN ulangan yang akan diselenggarakan 10–14 Mei mendatang. Nuh mengatakan, setelah peta persoalan diketahui, Kemendiknas akan membuat kebijakan untuk mengatasi sejumlah daerah yang tingkat kelulusannya sangat minim. Kebijakan yang akan diambil antara lain penguatan guru di daerah serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan.
Wakil Mendiknas Fasli Jalal menambahkan, pemerintah akan menyiapkan anggaran ratusan miliar demi membantu daerah-daerah yang masih rendah tingkat kelulusannya. Dana itu akan digunakan untuk meningkatkan kualitas guru dan sarana prasarana pendidikan. “Misalnya berupa pengadaan buku, pelatihan guru, dan fasilitas lain.” “Diharapkan, dengan perhatian seperti ini, ke depan tingkat kelulusannya tinggi,” katanya.
M Nuh berharap, masyarakat tidak terlalu merisaukan penurunan tingkat kelulusan UN SMA/UN. Mendiknas mengajak kepala dinas, kepala sekolah, kepala dinas, dan siswa yang tidak lulus untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian ulangan pada 10–14 Mei mendatang. “Insya Allah bisa lebih tinggi (kelulusannya). Saya optimistis dengan adanya UN ulangan ini tingkat kelulusan akan menjadi 96%,” katanya.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono prihatin mendengar kasus adanya satu sekolah yang seluruh siswanya tidak lulus UN. Dia meminta dinas maupun instansi yang bertanggung jawab menangani sektor pendidikan di daerah untuk memberi perhatian lebih serius. “Saya sangat sedih dan kecewa mendengarnya,” katanya.
Tak Sesuai Standar
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Wuriyadi menduga, penurunan tingkat kelulusan UN SMA/MA di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akibat ketidaksesuaian soal UN dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekolah. Karena itu, dia berharap sekolah memperbaiki manajemen pendidikannya. Di beberapa provinsi, termasuk DIY, hasil UN memang sangat mengejutkan.
Angka ketidaklulusan UN di provinsi itu mencapai 23,7%, naik dibanding tahun 2009 yang sekitar 7%. Tingkat ketidaklulusan UN di DIY merupakan yang tertinggi di Jawa. Adapun di Gorontalo, ketidaklulusan UN mencapai 46,22%, melonjak dibanding tahun lalu yang di bawah 10%. Wuriyadi mengatakan, dengan adanya kebijakan KTSP, masing-masing sekolah memiliki kewenangan sendiri menetapkan kurikulum yang diberikan kepada siswa. Di sisi lain, soal UN yang harus dikerjakan setiap siswa memiliki standar sama di seluruh Indonesia.
“Sehingga, ada yang sesuai dan ada pula yang tidak sesuai,” katanya kepada Harian Seputar Indonesia (SI) kemarin. Selain akibat perbedaan antara implementasi kurikulum yang digunakan di sekolah dengan soal-soal yang diujikan dalam UN, rendahnya tingkat kelulusan SMA/MA di DIY juga dipengaruhi kualitas guru. Sebagian guru belum mampu memberikan pelayanan pendidikan sesuai standar yang diinginkan pemerintah. Hal itu kemudian berdampak pada kemampuan siswa di sekolahnya.
“Usulan STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) harus dilirik kembali oleh Pemprov DIY. Supaya melihat kualitas murid tidak dari UN,” katanya. Ketua Dewan Pendidikan DIY ini juga meminta kepada masyarakat untuk tidak menanggapi tingkat kelulusan ini secara berlebihan. Sebab, tingkat kelulusan di DIY masih dalam kategori normal. “Secara teori, tingkat ketidaklulusan satu tes hingga 30% masih normal,” katanya.
Pengamatan pendidikan dari UGM Prof Joko Suryo memandang, faktor sekolah sangat memengaruhi tingginya ketidaklulusan UN di DIY. Banyak guru yang tidak memiliki standar pengajaran sesuai UN. “Kalau untuk sekolah-sekolah negeri, saya kira tidak masalah. Guru memiliki standar-standar itu dan murid siap,” katanya.
Pemerintah Kota Yogyakarta segera mengkaji penurunan tingkat kelulusan UN. Apalagi ada dua SMA swasta di kota itu yang tak ada satu pun siswanya yang lulus UN. “Kami akan panggil sekolah-sekolah itu. Kita lihat penyebabnya apa. Apakah manajemen sekolahnya atau apa?,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti kepada wartawan kemarin.
Tetap Corat-Coret Baju
Di Provinsi Gorontalo sebagian siswa di SMA Negeri I Tapa, di Kabupaten Bone Bolango, tetap melakukan aksi corat-coret baju, meski dinyatakan gagal UN. Aksi corat-coret itu bahkan dilakukan di lingkungan sekolah beberapa saat sebelum pengumuman UN, sekitar pukul 13.30 Wita. Apriyanto Amu, siswa kelas XII jurusan IPS, mengatakan, dirinya bahkan sudah mencoret bajunya sejak dari rumah.
“Saya tidak peduli lagi mau lulus atau tidak, saya tidak mau stres,” kata Apriyanto yang juga turut dinyatakan gagal UN itu. Dirinya juga telah siap jika harus dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya gagal UN. “Toh masih ada ujian ulang,” ujarnya. Meski begitu, pengumuman UN di sekolah tersebut tetap diwarnai isak tangis siswa dan siswi yang gagal UN. Dari 120 siswa peserta ujian nasional yang berasal dari tiga jurusan, yakni IPA, IPS, dan Bahasa, hanya tujuh orang di antaranya yang dinyatakan berhasil. (Koran SI/Koran SI/mbs)
Read More,...